Jakarta | Pernyataan Edi Bonetski yang mengatakan bahwa seni mural itu bukanlah aksi vandal atau vandalisme, namun baliho-baliho yang dipasang sejumlah pihak seperti politisi, pemerintah, dan lainnya itu merupakan vandalisme.
“Yang vandal itu justru yang hari ini orang lapar kemudian lihat sesuatu baliho-baliho yang besar, ‘gua sudah kerja, dia bikin balihonya banyak’, vandal itu, vandalisme kekuasaan,” kata Edi dalam JPNN.com Podcast bertema Polemik Mural ‘Jokowi 404: Not Found’, Dunia Seni Belum Merdeka? yang tayang di Youtube, Jumat (20/8/2021).
Baliho-baliho yang bertebaran di jalanan, isi dan gambarnya terkesan berlebihan dan tidak sesuai dengan kenyataan
“Lu lagi di jalan, nih, mau kerja (lihat baliho) ini maksudnya apa sih?. ‘Mari kita bertani, mari kita bertanam’, kayak mengerti saja soal pohon. Gambarnya lagi menanam pohon, bajunya rapi, enggak kayak petani, jadi terlalu berlebihan,” ujar Edi.
Pengelola Semanggi Centre Tangerang itu pun memberi contoh seni mural yang berdampak positif bagi lingkungan masyarakat.
“Kali Code mural gambar, kampung-kampung yang tadinya kumuh jadi gambar. Lihat di Ragam Warna, Kendal, warga menggambar kampungnya,” ujar Edi Bonetski.
“Hapus Korupsi Boekan Muralnya” Ikut Dihapus
Mural bermuatan kritik di sebuah tembok di Jalan Inpres 8, Kelurahan Larangan Utara, Kecamatan Larangan, Kota Tangerang, Banten dihapus pada Jumat (20/8). Penghapusan mural tersebut dilakukan lantaran dinilai tidak memiliki izin.
Edi Bonetski mengakui bahwa tulisan tersebut dibuat olehnya bersama sejumlah kawan pada Rabu (18/8) sekitar pukul 23.00, ‘Hapus Korupsi, Boekan Muralnya’ memang sengaja dibuat sebagai bentuk kritik terhadap kondisi di Indonesia saat ini.
Tulisan tersebut sebagai respons atas tindakan-tindakan yang dinilai reprensif dalam menanggapi karya mural yang belakangan terjadi, terutama mural mirip wajah presiden Jokowi bertuliskan ‘404 : Not Found’ di sebuah tembok di kawasan Batu Ceper, Kota Tangerang yang viral
“Kayaknya yang cocok ditulis korupsi nih, soalnya kemarin bantuan sosial dikorup, masker dikorup. Lalu, setuju bikin ‘hapus korupsi boekan muralnya’, warnanya hijau kinclong. Yang seharusnya diburu itu yang maling uang negara (koruptor),” cerita Edi.
Keesokan harinya, Edi bercerita dia didatangi oleh pejabat setempat karena mural tersebut menjadi viral dan ditanyai maksud dari tulisan mural tersebut.
Pada Jumat (20/8), mural tersebut dihapus, menurut pengakuannya, mural tersebut dihapus oleh sejumlah pihak dari kelurahan dan jajaran RW setempat, dilansir dari Republika.com
“Saya lihat penghapusannya. Saya sempat mendatangi orang-orang itu (yang menghapus), mereka bawa-bawa map, ada surat keberatan untuk digambar. Katanya ‘saya dapat perintah’, saya tanya ‘perintah dari siapa?’, jawabnya ‘pokoknya perintah’,” jelasnya.
Dia mengatakan, mural yang digambar olehnya di tembok itu hanya menimpali mural-mural yang sudah ada sebelumnya, sehingga ia menyayangkan mural tersebut dihapus.
Hal itu, kata dia merupakan ekspresi dari street art. Lebih lanjut, dia menganggap kebebasan berekspresi dibatasi, padahal ada beleid yang menaunginya, yakni UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
GIPHY App Key not set. Please check settings