in

Dalam 10 Tahun Terakhir, Kerugian Masyarakat Akibat Investasi Ilegal Mencapai Ratusan Triliun

Jakarta | Banyaknya jumlah masyarakat yang dirugikan akibat investasi ilegal, Satgas Waspada Investasi (SWI) mencatat nilai kerugian mencapai Rp.117,5 triliun dalam kurun waktu 10 tahun terakhis.

“Nilai kerugiannya itu cukup spektakuler ya karena di atas Rp 100 triliun. Tepatnya Rp 117,5 triliun kerugiannya sejak 2011 atau dalam 10 tahun terakhir,” ungkap Wakil Ketua I SWI, Wiwit Puspasari  dalam webinar World Consumers Right Day 2022 di Jakarta, Selasa (15/3).

Dalam upaya mencegah kerugian yang lebih besar lagi, SWI terus meningkatkan literasi masyarakat dengan aktif menyebarkan konten-konten edukasi terhadap bahaya investasi ilegal.

SWI yang terdiri dari 12 kementerian dan lembaga ini melakukan edukasi melalui webinar, kuliah umum dan diskusi publik. Tak hanya itu, SWI melalui Kominfo terus aktif melakukan pemblokiran platform investasi ilegal, hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari praktik-peaktik investasi ilegal.

Bersama Polri juga terus memperkuat sinergi dalam pemberantasan dan penegakan tindakan hukum kepada semua yang terlibat didalam praktik investasi ilegal untuk menciptakan efek jera.

Yang terakhir viral, SWI pun memanggil sejumlah afiliator dan influencer yang diduga memfasilitasi investas bodong seperti produk binary option dan broker ilegal yang tidak terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan. Misalnya Binomo, Olymptrade, Quotex dan Octa FX.

“Ini (influencer/afiliator) kita berikan pembinaan untuk hentikan promosi ,” tutupnya.

Literasi Digital Perlu Ditingkatkan

Pada kesempatan yang lain, dalam waktu 5 tahun terakhir, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat pengaduan terkait keuangan digital mencapai 51 persen.

Berkembangnya dan kemudahan-kemudahan penawaran di sekotr finansial berbasis digital memang merupakan fenomena yang menarik dan bermanfaat, namun tentunya dapat menimbulkan sejumlah masalah dan persoalan dari segi hulu dan hilir.

“Ini yang harus kita tuntaskan sehingga betul-betul bahwa digital finansial ini menjadi sistem baru yang berkeadilan bagi konsumen khususnya dan bagi regulator dan bagi pertumbuhan ekonomi di sektor ekonomi digital,” ujar Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi dalam webinar YLKI bertajuk ‘Perlindungan Konsumen Digital Finance’, secara virtual, Selasa (15/3).

Tulus mengatakan, Presiden Joko Widodo selalu membangga-banggakan bahwa sektor keuangan digital ini menjadi salah satu backbone dalam mewujudkan perekonomian digital di Indonesia, yang konon dampaknya sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Tetapi menurut pantauan YLKI Setidaknya di dalam daftar daftar pengaduan YLKI masalah pengaduan ini dalam 5 tahun terakhir, sungguh sangat signifikan karena mencapai 51 persen dari total komoditas pengaduan konsumen yang diadukan di YLKI,” katanya.

Kini, maraknya pinjaman online ilegal sehingga konsumeb menjadi ilegal, hal ini terjadi dikarenakan literasi finansial digital di Indonesia masih rendah, sehingga menjadi sangat penting edukasi-edukasi untuk mengantisipasi masalah keuangan digital.

“Lahirlah pinjol ilegal yang notabene merupakan anak haram tanda kutip di dalam sistem perekonomian finansial digital. Literasi digital kita masih rendah, inilah PR terbesar kita untuk meningkatkan literasi digital kita sehingga konsumen akan menjadi konsumen yang sadar terhadap transaksi-transaksi nya,” pungkasnya. (girbok/*)

What do you think?

100 Points
Upvote Downvote

Written by GirBok

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Ekonomi Digital Indonesia Naik 49 Persen Selama Pandemi

DEWG G20, Menkominfo: Momentum Tentukan Arah Ekonomi Digital Dunia