Yogyakarta | Keris adalah senjata tikam gugusan belati yang merupakan salah satu budaya khas Nusantara. Memiliki ujung yang lancip dan tajam serta berbentuk tidak simetris juga memiliki serat lapisan logam cerah pada helai bilah.
Perajin keris terkenal saat ini ialah Sungkowo Harumbrojo, pria yang sudah berusia 60 tahun ini bukanlah seorang pandai besi biasa melainkan seorang empu. Selain itu Sungkowo merupakan generasi ke 17 dari Empu Supadriyo, perajin keris dari Kerajaan Majapahit pada abad ke 14.
Sebagai putra dari Empu Djeno Harumbrojo, ia pun menjadi perajin keris ternama di DI Yogyakarta. Karyanya pun dimiliki oleh Sultan Hamengkubuwono IX.
Gelar empu tidak serta merta didapatkan oleh Sungkowo begitu saja, meskipun ia memiliki darah keturunan empu. Gelar tersebut didapatkannya setelah menekuni profesi keris yang mulai diseriusi dari tahun 1995
Dilansir dari kompas.com, besalen atau bengkel pandai besi miliknya berlokasi di Dusun Gatak, Desa Sumberagung, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman.
Sebelumnya Sungkowo pernah bekerja di balai batik, namun di sela-sela aktifitas pekerjaannya, ia tetap membantu Empu Djeno dalam membuat keris. Kala itu ia bertugas sebagai panjak atau asisten pembantu empu.
Panjak ini bertugas menempa besi panas sesuai perintah empu, mengatur bara api, membantu proses pengikiran keris, dan lainnya.
“Selama menjadi panjak, selama itu saya terus diberi bimbingan, sebenarnya saya sudah bantu bapak itu sejak tahun 70-an,” kata Sungkowo, Jumat (3/9)
Setelah ayahnya mangkat, Sungkowo mulai menjadi empu pada tahun 2006 untuk berkarya meneruskan jejak ayahnya sampai saat ini. Ia pun sudah menghasilkan ratusan keris.
Ia menjelaskan, bila peralatan di besalennya masih tradisional seperti sejumlah peralatan kerja seperti kikir, palu berbagai macam ukuran, gergaji besi, pencapit besi, dan peralatan menempa lainnya. Di tengah besalen, terdapat tungku yang disebut prapen. Prapen itu tersambung dengan pompa tradisional yang bernama ububan. Di samping prapen terdapat kolam air berukuran kecil yang disebut kowen.
Dalan pembuatan keris, Sungkowo menjelaskan, belum tentu dapat diselesaikan dalam waktu sehari. Menurutnya, proses pembuatan keris dapat memakan waktu 30 sampai 40 hari.
“Karena menempa itu harus dilakukan berulang kali,” ucap Sungkowo. Setidaknya ada 53 tahapan dalam membuat satu keris. Tahapan itu mulai dari menyiapkan bahan (besi tua), berdoa, sampai mengoles minyak pada tubuh keris. Untuk membuat Saton (besi yang sudah ditempa) saja dapat membutuhkan waktu hingga seminggu.
Tak hanya proses pembuatan yang berulang-ulang, namun ia juga harus menaati pantangan. Bahkan, menurutnya ada hari-hari tertentu yang dapat menjadi pantangan, sehingga ia tidak menempa atau membuat keris pada hari pantangan tersebut.
Selain hari pantangan, ia terkadang harus berpuasa dan menjalani ritual tertentu. Hal ini dilakukannya agar proses pembuatannya bisa berjalan dengan lancar.
“Menempa keris itu awalnya ya tidak luput dari ritual. Itu rangkaian yang harus dilakoni,” kata Sungkowo. Emosi pun mempengaruhi hasil dari keris, karena menempa itu juga harus dalam keadaan emosi yang stabil. Menurut keyakinannya, jika menempa dalam keadaan marah itu bisa membuat celaka sang pembuatnya.
“Kalau emosi tidak baik, lebih baik saya libur sampai reda,” kata Sungkowo.
Banyak dari semua kalangan dari dalam negeri maupun luar negeri mengapresiasi karya-karyanya, hingga keluarga Kraton pun masih ada yang memintanya untuk membuatkan keris khusus. Mengenai harganya bervariasi dari setiap karyanya, mulai dari jutaan sampai puluhan juta, tergantung tingkat kesulitan pembuatan kerisnya atau dari jenis pamornya(motif).
“Ada ratusan pamor. Pamor ini disesuaikan dengan keinginan atau karakter pemesan, misalnya beras wutah (beras tumpah), itu biasanya dipakai petani. Beras wutah itu memiliki makna kesejahteraan,” ucapnya menambahkan.
GIPHY App Key not set. Please check settings