Yogyakarta | Dalam menarik generasi milenial agar penyajian budaya menjadi kekinian, Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta kelima putrinya untuk melakukan repackaging budaya.
Hal ini diungkapkan putri Sri Sultan HB X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara bahwa ayahnya ingin keraton beradaptasi dengan teknologi dan mengikuti perkembangan dunia dalam penyampaian kesenian, budaya dan sejarah
“Ngarsa Dalem ‘dawuh’ kepada kami berlima bagaimana kami bisa membuka diri kepada generasi-generasi penerus saat ini dengan cara yang lebih kekinian,” ujar Bendara saat menjadi pembicara di Webinar Jogja International Batik Biennale (JIBB) 2021 di Yogyakarta, Selasa (28/09).
Dalam mewujudkan titah tersebut, GKR Bendara yang menjabat sebagai Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Nityabudaya atau penjaga kebudayaan Keraton Yogyakarta ini tengah melakukan renovasi besar-besaran.
“Perubahan-perubahan ini di dalam Keraton secara masif kami lakukan. Baik pada eksterior maupun interior bangunan tanpa mengubah esensi dari nilai-nilai budaya yang melekat,” kata Bendara.
Museum Keraton Yogyakarta, merupakan salah satu bangunan yang sedang direnovasi, hal ini dilakukan agar tampil baru dengan pemanfaatan teknologi serta penyampaian yang mudah dipahami oleh generasi muda.
Renovasi seluruh bangunan juga dilakukan pada ruang batik Keraton. Bukan sekadar menyasar fisik bangunannya, menurut Bendara, nama ruang batik juga akan diubah menjadi “ruang daur hidup”
“Kenapa daur hidup, karena bukan hanya batik yang menjadi bagian kebudayaan kita, tapi juga ada lurik, juga ada bentuk-bentuk jenis tekstil lainnya, juga ada arti-arti dari penggunaan motif batik dalam perjalanan hidup masyarakat Jawa,” tutur dia.
Pengerjaan renovasi diperkirakan rampung pada akhir 2021, dan apabila tidak ada aral melintang, Museum Keraton Yogyakarta akan kembali buka untuk umum pada akhir tahun
Ia melanjutkan, perubahan yang dilakukan bukan sekadar pada bangunan museum, namun juga mencakup cara penyajian kebudayaan yang ada di Keraton Yogyakarta tanpa mengurangi esensi dari kebudayaan tersebut. Contohnya dengan membuat laman resmi, akun instagram, hingga akun Youtube Keraton.
“Ini merupakan cara bagaimana kita bisa melestarikan budaya kita ditengah modernitas” katanya.
Bendara mengungkapkan, dalam upaya pembaruan Keraton Yogyakarta pernah dilakukan pada masa kepemimpinan Sri Sultan HB VII yang membuat Keraton Yogyakarta kala itu lebih terbuka.
Berdasarkan catatan sejarah dalam sebuah manuskrip, Bendara menuturkan, Sultan HB VII saat itu meminta para pangeran dalem memproduksi batik keraton secara massal untuk diperjualbelikan.
“Inilah yang akhirnya memelopori kreativitas dunia batik hingga saat ini. Tentu kalau HB VII saat itu tidak mengizinkan maka kemungkinan besar kita sekarang tidak memakai batik keraton, terutama batik Keraton Yogyakarta,” kata Bendara.
GIPHY App Key not set. Please check settings