in

Ekonomi Yogyakarta Tumbuh 11,8 Persen, Benarkah?

Perekonomian DIY triwulan II-2021 tumbuh 11,8% terhadap triwulan II-2020. Ini mencengangkan di tengah diterapkannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Rekor pertumbuhan ekonomi setinggi ini belum pernah terjadi sepanjang sejarah DIY, bahkan jauh melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang 7,07%.

Apakah angka pertumbuhan ekonomi yang diumumkan BPS memang realita ataukah fatamorgana? Pertanyaan ini menjadi pemicu diskusi dengan para pengurus Kadin DIY di Hotel Tentrem Jogja minggu lalu. Mari kita lakukan “growth diagnosis”. Ibaratnya seperti dokter mendiagnosa penyakit apa yang diderita pasien dengan sejumlah indikator.

Pertama, pertumbuhan ini berbeda arah bila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2020 yang minus 6,88%, terendah sepanjang pandemi. Tahun 2020 triwulan II (2020.T1), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) DIY sebesar Rp23,7 trilyun. Pada tahun 2021 triwulan II (2021.T2), PDRB DIY menjadi Rp26,5 trilyun. Pertumbuhan ekonomi tercatat melonjak drastis hingga 11,8% karena dihitung dari PDRB 2021.T2 dikurangi PDRB 2020.T2, lalu dibagi PDRB 2020.T2. Ibaratnya habis turun mesin, mobil langsung dihidupkan, tancap gas, dan ngebut.

Kedua, apa penopang pertumbuhan ekonomi setinggi itu? Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai sektor jasa lainnya (79,3%), diikuti oleh penyediaan akomodasi- makan minum 58,8%, jasa perusahaan 26,2%, transportasi-pergudangan 22,9%, dan konstruksi 21,5%, informasi-komunikasi 18,4%, jasa pendidikan 4,9%. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel meningkat dari 5,4% Mei 2020 menjadi 36,8% April 2021, meski masih di bawah TPK 2019 yang 45,3%. Ini pertanda DIY mulai bangkit dari resesi karena struktur ekonomi DIY berbasis pariwisata dan pendidikan.

Ketiga, dari sisi pengeluaran, ekspor luar negeri mengalami pertumbuhan tertinggi 53%, diikuti investasi 19%, dan konsumsi rumah tangga 5,6%. Artinya, permintaan agregat DIY mulai menggeliat.

Kendati kinerja ekonomi mulai membaik, sejumlah tantangan perlu diwaspai. Pertama, sektor pertanian yang selama pandemi selalu tumbuh positif mulai 2021.T2 anjlok hingga minus 13%. Apalagi Nilai Tukar Petani (NTP) cenderung memburuk. NTP merupakan indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani. Januari 2020, NTP DIY masih 103,2, namun terus merosot hingga Mei 2021 menjadi 97,4. Angka NTP di bawah 100 artinya kesejahteraan petani menurun karena yang diterima petani lebih rendah daripada yang dibayar. NTP yang menurun dialami oleh subsektor hortikultura, peternakan, dan nelayan.

Kedua, dampak pandemi telah mengakibatkan kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan DIY meningkat. Tingkat kemiskinan DIY mengalami peningkatan dari 11,44% September 2019 menjadi 12,8% September 2020, dan di atas nasional (10,19%). Tingkat pengangguran DIY merembet dari 3,38% Februari 2020 menjadi 4,28% Februari 2021. Rasio gini meningkat dari 0,43 September 2019 menjadi 0,44 September 2020. Golongan 40% berpendapatan menengah dan 20% terkaya justru menikmati porsi pendapatan yang lebih tinggi, dengan masing-masing 34,4% dan 50,8%. Efek “merembes ke bawah” belum terjadi di DIY, yang muncul justru “trickle-up” (muncrat ke atas) dalam ekonomi DIY.

Singkatnya, sudah ada tanda pulihnya ekonomi DIY hingga Juni 2021. Namun, ekonomi DIY belum pulih dari “sakit”. Fenomena inclusive development di DIY nampaknya belum terjadi, malah makin jauh akibat pandemi. Pertanyaannya, apakah pemulihan ekonomi DIY akan berlanjut di tengah diberlakukannya PPKM sejak Juli 2021? Catatan PHRI, setidaknya 50 hotel dan restoran tutup pasca PPKM. Sudah saatnya kita mencari akar masalah “growth without equity” di provinsi ini, tidak hanya fokus menangani masalah kesehatan dan pertumbuhan ekonomi.

(Dimuat pada harian Kedaulatan Rakyat hal 1 dan 7, tgl 19 Agustus 2021.)

Penulis :
Mudrajad Kuncoro, Ph.D
Guru besar ilmu ekonomi UGM

What do you think?

100 Points
Upvote Downvote

Written by GirBok

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

GIPHY App Key not set. Please check settings

“Dibungkam, Stop Represi” Di Yogyakarta Dihapus

Investor Bursa di Yogyakarta Meningkat Tajam