Selarong | Berangkat dari seorang bangsawan Bugis-Makassar, I Manggaleng Karaeng Daeng Naba (Daeng Naba), putra dari I Manninori J Karetojeng, romantika sejarah Mataram dengan Bugis-Makassar terjalin pada masa Sri Susuhunan Amangkurat I, raja ke-4 Mataram (1646 – 1677).
Sebagai informasi, Daeng Naba adalah salah satu sosok yang berperan penting membantu Mataram dalam meredam perlawanan Trunajaya (1670 – 1679). Atas jasanya, Daeng Naba dinikahkan dengan Putri Tumenggung Sontoyuda II, diberikan tanah perdikan di Mlati, Sleman, Yogyakarta serta dipercaya untuk memimpin pasukan kavaleri berjumlah 2.500 orang yang sebagian besar merupakan laskar Bugis-Makassar.
Kelak di kemudian hari, dari pernikahan campuran ini, lahir seorang Pahlawan Nasional bernama Mas Ngabehi Wahidin Soedirohoesodo, seorang tokoh pergerakan nasional di Hindia Belanda. Memori kolektif sejarah antara Mataram dengan Bugis-Makassar, sampai dengan saat ini terus berjalan membentuk ikatan batin dan persaudaraan yang kuat antara Yogyakarta dan Sulawesi Selatan.
Sebagai bagian dari upaya memperkokoh dan merawat memori kolektif sejarah antara Yogyakarta dengan Sulawesi Selatan, untuk menyemarakkan Hari Kebudayaan Kota Makassar yang ke-1 dan Hari Museum Internasional (18 Mei), Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui Kundha Kabudayan (Dinas Kebudayaan) DIY bersinergi dengan Pemerintah Daerah Kota Makassar melalui Dinas Kebudayaan Kota Makassar serta Museum Kota Makassar, menyelenggarakan pameran “Jejak Pangeran Diponegoro, Selawesi (Selarong hingga Sulawesi)” di Museum Kota Makassar, Tanggal 18 – 22 Mei 2022.
Tujuan dari pameran ini adalah untuk mendekatkan masyarakat Makassar kepada figur Pahlawan Nasional Pangeran Diponegoro.
Dalam sambutannya, Kepala Dinas Kebudayaan DIY Ibu Dian Lakshmi Pratiwi, S.S., MA menyampaikan hendaknya museum-museum di Indonesia dapat membangun citra positif dan konstruktif kepada masyarakat, sehingga dapat menjadi bagian yang sangat penting dalam perkembangan museum. Pada dasarnya museum merupakan salah satu sarana pendidikan, seperti halnya sekolah, perpustakaan, media internet, media elektronik atau pendidikan di tingkat keluarga yang keseluruhannya memiliki peran strategis dalam proses pembelajaran dan pembentukan karakter bangsa di dalam satu kesatuan sistem Pendidikan.
Tak Lupa Dinas Kebudayaan DIY mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Pemerintah Daerah Kota Makassar melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Makassar dan kepada semua pihak yang telah mendukung terselenggara acara pameran ini.
Pameran dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama menampilkan biografi Pangeran Diponegoro dan Perang Jawa. Bagian Kedua mengangkat sumber-sumber tradisional sejarah Pangeran Diponegoro dan Perang Jawa (Babad Diponegoro dan beberapa babad lainnya). Bagian ketiga menyajikan Pangeran Diponegoro sebagai Pahlawan berikut respon kontemporer terhadap gelar tersebut, dan bagian keempat menyuguhkan beberapa buku terkait sejarah Pangeran Diponegoro dan Perang Jawa di mana sebagian buku dapat dibaca di tempat.
Dalam sambutan tertulis Walikota Makassar yang diwakili dan disampaikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan Kota Makassar, Ibu Ir. Andi Herfida Attas, beliau mengucapkan selamat datang dan terima kasih kepada Dinas Kebudayaan DIY yang telah melibatkan Dinas Kebudayaan Kota Makassar dalam acara pameran. Semoga dengan adanya kolaborasi ini, dapat lebih merekatkan hubungan baik antara Yogyakarta dan Sulawesi Selatan pada umumnya, dan Kota Makassar pada khususnya mengingat adanya ikatan emosional historis di masa lampau.
Pada acara ini, Dinas Kebudayaan DIY turut mengundang Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (Patra Padi), yang diwakili oleh Bapak R. Rahadi Saptata Abra, S.Si., MBA (Abra) selaku Ketua Umum Patra Padi.
Untuk mendukung kegiatan pameran, Abra turut berkontribusi melalui beberapa koleksi pribadi yang telah mendapat persetujuan dari Kurator Pameran Bapak Sektiadi, SS, M.Hum untuk dipamerkan, yaitu: buku Babad Diponegoro, karya Albert Rusche & Co Tahun 1909, poster Kongres Muhammadiyah ke-20 di Yogyakarta Tahun 1931, empat buku De Java Oorlog 1825 – 1830, karya PJF Louw & E.S de Klerk Tahun 1894, dan buku Onrust op Java, Uit Het Leven van Dipanegara, karya S.V Praag. Dalam kesehariannya, Sektiadi adalah Dosen Pengajar pada Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, UGM Yogyakarta.
Lebih lanjut, Abra mengucapkan terima kasih kepada Dinas Kebudayaan DIY atas undangan dan kesempatan yang diberikan kepada Patra Padi untuk berperanserta dalam acara ini. Selain itu, pada Hari Selasa, 17 Mei 2022, Ketua Umum Patra Padi berkesempatan silaturahmi dengan Trah Diponegoro Makassar. Bertempat di Pantai Losari, Ketua Ikatan Keluarga Pangeran Diponegoro (IKAPADI) Makassar Bapak RM. Saiful Achmad Diponegoro menyematkan lencana Diponegoro kepada Abra. Lencana ini sebagai tanda ucapan selamat datang dan wujud kehangatan perkerabatan Trah Diponegoro tutur Bapak Saiful.
Seperti telah kita ketahui bersama, dalam menjalani pengasingannya, pada tahun 1834 Pangeran Diponegoro, keluarga dan beberapa laskarnya dipindahkan dari Benteng Fort Nieuw Amsterdam Manado menuju Benteng Rotterdam di Makassar.
Tepat pada tanggal 8 Januari 1855, dalam usia 69 tahun, BPH Diponegoro wafat dan dimakamkan berdampingan dengan istrinya R.Ay. Retnaningsih di Kampung Melayu, Wajo (saat ini Jl. Pangeran Diponegoro, Makassar). Selama menjalani pengasingan di Makassar, Pangeran Diponegoro mempunyai putra-putri sebanyak 6 orang yakni: RM. Kindar/RM. Abdul Rahman, RM. Mutawaridin/RM. Abdul Rahim, R.Aj. Setiokusumo/ R.Aj. Putri Munadimah, RM. Dulkabli/RM. Abdul Gani, RM. Rajab/RM. Abdul Rajab, RM. Ramaji/RM. Abdul Gafur.
Semoga dengan diadakannya Pameran Jejak Pangeran Diponegoro – Selawesi (Selarong hingga Sulawesi) dan silaturahmi Trah Pangeran Diponegoro di Makassar ini, diharapkan dapat menjadi momentum untuk meneladani nilai-nilai kepahlawanan Pangeran Diponegoro. (rls)
GIPHY App Key not set. Please check settings