Jakarta | Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dalam berbagai kesempatan selalu menyuarakan gerakan adaptasi, inovasi, dan kolaborasi atau yang dikenal sebagai prinsip 3-si sebagai salah satu cara dalam menghadapi pandemi. Prinsip 3-si ini dianggap sebagai upaya dalam mengikuti arus perubahan pola industri pariwisata dan perkembangan ekonomi kreatif saat ini.
“Saya melihat prinsip 3-si yang diusung Mas Menteri (panggilan Menteri Sandiaga Uno) adalah formula terbaik untuk bisa bertahan dan bangkit dari pandemi Covid-19. Di era yang serba VUCA (violate, uncertain, complex, dan ambigu) ini, kemampuan untuk adaptis dan agile adalah suatu keharusan,” kata Riwud Mujirahayu selaku Sekretaris Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kemenparekraf.
Menurut Riwud, adaptasi merupakan cara untuk mengikuti perubahan yang terjadi agar tidak “punah”. Sementara, inovasi adalah tindakan yang harus dilakukan bagi pelaku industri parekraf untuk bisa berpikir out of the box agar bisa bertahan dan bangkit dari pandemi. Kedua prinsip tadi akan lebih maksimal jika diiringi dengan kolaborasi sambil bersinergi dengan pihak-pihak terkait guna menghadapi masalah pandemi bersama-sama.
“Dampak dari penerapan prinsip 3-si ini sangat besar bagi pelaku parekraf. Salah satu contoh adaptasi yang dilakukan adalah dengan penerapan protokol CHSE dalam berbisnis. Sementara inovasi yang dilakukan adalah dengan perubahan model bisnis (pivot) yang dapat memberikan alternatif baru bagi para konsumen selama masa pembatasan. Dan kolaborasi antar pelaku bisnis pun telah terbukti bisa memberikan dampak yang signifikan bagi banyak pihak,” jelas Riwud.
Prinsip 3-si ini juga diterapkan untuk beberapa program Kemenparekraf. Riwud memaparkan bahwa program seperti BEDAKAN (Bedah Desain dan Kemasan) dan BERGERAK (Bedah Gerai Kuliner) merupakan hasil kolaborasi yang melibatkan pihak terkait. Mereka mendampingi UMKM kuliner agar bisa berinovasi dari sisi kemasan atau bentuk outlet agar lebih menarik.
Selanjutnya ada Kreatif dari Rumah yang merupakan program fasilitasi bagi para pelaku seni pertunjukkan agar beradaptasi di masa pandemi ini dengan memaksimalkan platform digital.
“Program-program tersebut terbukti mampu memberikan dampak positif bagi para pelaku yang kami dampingi dan fasilitasi. Tentu saja keberhasilan ini juga karena kami bisa hadir secara langsung untuk memberikan edukasi, pendampingan serta insentif dan stimulus sehingga dapat mempercepat pemulihan di sektor parekraf. Tak lupa dengan semangat dari Mas Menteri yang selalu mengingatkan untuk terus ‘gercep’, ‘geber, dan ‘gaspol’ untuk mengimplementasikan prinsip 3-si ini,” pungkas Riwud.
Riwud menambahkan, sektor pariwisata era baru pasca pandemi tentu akan berbeda karena kemungkinan akan bergeser ke arah hygiene, low touch, less crowd dan low mobility. Maka, kedepannya produk-produk pariwisata dan ekonomi kreatif harus menyesuaikan dengan karateristik ini.
“Saya rasa prinsip 3-si ini akan membawa industri pariwisata dari mass tourism ke arah quality tourism yang lebih sustainable. Dukungan dari sektor ekonomi kreatif juga akan memperkaya pengalaman wisatawan dan memberikan nilai tambah sehingga dapat memberikan pariwisata yang lebih berkualitas. Ini sejalan dengan arah baru pariwisata kita di masa mendatang, yaitu mengedepankan kualitas dan keberlanjutan. Tentunya komitmen dan konsistensi semua pihak yang terlibat adalah kunci keberhasilan dari implementasi prinsip 3-si bagi para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif sehingga bisa memberikan dampak yang baik,” kata Riwud. (girbok/rls/kemenparekraf)
GIPHY App Key not set. Please check settings